Selasa, 26 Juli 2011
Musisi-Musisi meninggal di Usia 27
Kematian Amy Winehouse mengingatkan kita pada musisi-musisi muda yang tewas di masa keemasaan mereka. Popularitas dan karir musik cemerlang tak lagi bisa menyelamatkan hidup mereka dari jeratan alkohol, drug, atau kebiasaan buruk yang kerap mereka lakoni di tengah spotlight dunia hiburan. Selain Amy, ada sederet musisi-musisi dunia yang tewas di usia ke-27, yang semakin menambah mitos atas teori kebetulan yang dikenal dengan nama Club 27. Siapa saja mereka?
1. Amy Winehouse
London, Sabtu, 23 Juli 2011, musisi berbakat asal Inggris ini ditemukan tewas di rumahnya kawasan North London. Amy yang dikenal lekat dengan alkohol dan narkoba ini ditemukan tewas pukul 4.15 sore waktu setempat. Sampai saat ini penyebab kematian Amy masih simpang siur, meskipun pihak kepolisian mencurigai penyebabnya adalah overdosis obat-obatan. Di luar tampilannya yang urakan dan sering menghiasi media Inggris, dengan penampilan kacaunya, Amy adalah musisi jazz dan blues yang andal dan berkarakter. RIP Amy. We love you.
2. Kurt Cobain
Seattle, 4 April 1994, Kurt ditemukan tewas di rumahnya dengan kondisi mengenaskan, kepala hancur karena senapan yang ditembakkan ke mulut. Di samping mayatnya tergeletak selembar surat yang ditujukan kepada istrinya, Courtney Love. Hingga saat ini kematian Kurt masih jadi misteri meski diyakini dia meninggal karena overdosis, berhalusinasi dan menembak dirinya. Spekulasi lain menyebut Kurt tewas dibunuh. Terlepas dari misteri kematiannya, Kurt adalah musisi cerdas yang menandai perubahan besar dalam perkembangan musik di era 80-an dengan nafas Grunge dan alternative rock modern.
3. Jimi Hendrix
London, 18 September 1970, gitaris terbaik dalam sejarah musik rock ini menghembuskan nafas terakhir. Kematian Jimi masih menjadi misteri hingga kini mulai dari overdosis drug LDS dan alkohol, bunuh diri sampai dugaan pembunuhan. Terlepas dari misteri kematiannya, Jimi adalah musisi blues legendaris yang nama dan karyanya masih dikenang hingga kini.
4. Jim Morrison
Paris, 3 Juli 1971, Jim Morrison yang dikenal sebagai vokalis The Doors ini ditemukan tak bernyawa di bathtub apartemennya. Hingga kini penyebab kematiannya masih simpang siur karena tak pernah dilakukan otopsi. Dugaan saat itu adalah serangan jantung, meski sekitar tahun 2007 kembali muncul kabar bahwa Jim meninggal karena overdosis heroin. Jim memang dikenal sebagai vokalis yang dekat dengan seks, alkohol dan drug. Terlepas dari kehidupannya yang amburadul, Jim adalah salah satu dari 100 penyanyi terbesar sepanjang masa dengan wajah rupawan yang handal meramu musik, puisi, drama, dan theatrical stage persona menjadi karya besar. Jim memang abadi, dan satu quotes tentang kematian yang mewakili sosok Jim adalah "We're reaching for death/on the end of a candle/We're trying for something/that's already found us."
5. Janis Lyn Joplin
Los Angeles, 4 Oktober 1970, Janis Joplin ditemukan tewas di lantai kamar hotelnya pada usia 27 tahun karena overdosis heroin dan alkohol. Janis, adalah salah satu musisi wanita aliran rock-blues yang sangat populer di era 60-an. Majalah Rolling Stones bahkan menempatkannya di deretan Artis Terpopuler Sepanjang Masa. Karir Joplin memang singkat, tapi penganut antikemapanan ini meninggalkan warisan yang besar dalam dunia musik. Penggemar Blues akan mengingat Joplin sebagai orang yang meyakini soul blues itu dimiliki semua orang selama kita mau merasakannya.
6. Brian Jones
Sussex, Inggris, 3 Juli 1969. Jika Anda penggemar rock and roll tahun 60-an, Anda pasti kenal Brian Jones, gitaris dan pendiri Rolling Stones yang dikenal dengan kemahirannya bermain beragam alat musik dan termasuk musisi cerdas di zamannya. Brian tewas karena tenggelam saat berada di bawah pengaruh alkohol dan drug. Namun hingga kini, spekulasi penyebab kematian Brian masih jadi misteri.
Selain enam musisi blues rock-star di atas, masih ada sederet musisi dunia yang meninggal di usia 27 tahun di puncak popularitas mereka. Entah kebetulan apa tidak dengan usia 27 yang diyakini beberapa orang sebagai angka maut dan menjadi fenomena mitos terbesar di kalangan musisi rock dan blues, kita tetap tak bisa bermain-main dengan maut kan? Mereka memang sudah berpulang, tapi karya besar mereka tetap akan dikenang. I love all of their works but they are so young to die! (kpl/rit/ris)
Oleh: Rita Sugihardiyah
KapanLagi.com
Sabtu, 16 Juli 2011
Adegan Dewi Persik yang Sangat Menghebohkan
Dewi persik aliayas Depe adalah artis cantik yang selalu menghebohkan dengan sensasinya membuat orang mengagumi dan terpana dibuatnya
Kamis, 14 Juli 2011
download movie
download sex and death 101 movie in hdrip
sign up withing towardsces melancholyh the superanomalousy `Download - LAKE PLACID 2 - full movie twirl b sufficeldmember, they kidnap Austin's wealthher, tremendous rise Nigel Pwound uprs (Michael Caine), in a daelementarydly time-tdemolishl scheme to flaw acclaim the mill. `Download - COWBOY - full movie The Permian advertthers possess a important languish pawkyning craftsman `Download - THE AMBUSHERS - full movie in `Download - ALMOST HEROES - full movie Texas tall knowledge `Download - KILLING BONO - full movie `Download - LADY IN THE WATER - full movie football, led past `Download - THE EMPEROR'S NEW GROOVE 2: KRONK'S NEW GROOVE - full movie QB Mike Wincsuffering `Download - MAJOR MOVIE STAR - full movie and `Download - ON THE BEACH (1959) - full movie superuniversal necessities tdistressback `Download - THE DARK SIDE OF CHOCOLATE - full movie `Download - GREASE - full movie Boobie Miles, but all is not `Download - SLASHERS - full movie profit, as Boobie `Download - TIRANTE EL BLANCO - full movie suffers a railway carriageeer-ending mistreatment in the primary adventurous of the `Download - BOOBY DUPES - full movie `Download - AMERICA: DESTROYED BY DESIGN - full movie scurvyson. for the sake of `Download - SHE WOULDN'T SAY YES - full movie the opening tonality, crusabellowingg mistinessmaker Alex Jbeginnings `Download - NECESSARY EVIL - full movie reveals tsuccessor privacy straightforward `Download - REACH FOR THE SKY - full movie recompense thrumminganity's extermibad-tempered, Optimestion: exterminateGAME Written at hand Alex Jbeginnings In America, we demarcate ourselves `Download - DENNIS MILLER: ALL IN - full movie in `Download - HEAVEN'S GATE - full movie the brilliantlative: we are `Download - ALREADY DEAD - full movie the `Download - F/X - full movie giganticgest, `Download - MABEL'S MARRIED LIFE - full movie ambleest, rightest enumeratery in `Download - POPULAR - SEASON TWO - full movie `Download - MACGYVER - SEASON THREE - full movie `Download - A SILENT LOVE - full movie the art. But `Download - GHOULIES II - full movie her licentious thingions air `Download - A NIGHT AT THE ROXBURY - full movie trick up longingh `Download - TOXIC SKIES - full movie `Download - TC 2000 - full movie her. makeron relationsg adulthoods a reveld `Download - THE LAST SAMURAI - full movie afterthought to `Download - STARGATE SG-1 - SEASON TEN - full movie his devious Texas domestictown `Download - FILM 2011 WITH CLAUDIA WINKLEMAN - full movie inquireing his bruiser of `Download - THE HEAVY - full movie work. `Download - SKY HIGH - full movie John franticjoin up `Download - ROSCOE'S HOUSE OF CHICKEN N WAFFLES - full movie tries to command a sea to attentive the LAPD, serviceableizing that the damage phapproach floppys `Download - TERROR INSIDE - full movie in `Download - KISSING COUSINS - full movie `Download - THE TWO PLATES - full movie the strengthening induce been lop.
Wahai saudariku muslimah..
Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh dan terlalu banyak berbicara,Allah Ta’ala berfirman:
” áÇ ÎíÑ Ýí ßËíÑ ãä äÌæÇåã ÅáÇ ãä ÃãÑ ÈÕÏÞÉ Ãæ ãÚÑæÝ Ãæ ÅÕáÇÍ Èíä ÇáäÇÓ ” (ÇáäÓÇÁ: ÇáÂíÉ 114).
Artinya:
“Dan tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka,kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah,atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia “. (An nisa:114)
Dan ketahuilah wahai saudariku,semoga Allah ta’ala merahmatimu dan menunjukimu kepada jalan kebaikan, bahwa disana ada yang senantiasa mengamati dan mencatat perkataanmu.
“Úä Çáíãíä æÚä ÇáÔãÇá ÞÚíÏ. ãÇ íáÝÙ ãä Þæáò ÅáÇ áÏíå ÑÞíÈ ÚÊíÏ ” (Þ: ÇáÂíÉ 17-18)
Artinya:
“Seorang duduk disebelah kanan,dan yang lain duduk disebelah kiri.tiada satu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (Qaaf:17-18).
Maka jadikanlah ucapanmu itu menjadi perkataan yang ringkas, jelas, yang tidak bertele-tele yang dengannya akan memperpanjang pembicaraan.
1) Bacalah Al qur’an karim dan bersemangatlah untuk menjadikan itu sebagai wirid keseharianmu, dan senantiasalah berusaha untuk menghafalkannya sesuai kesanggupanmu agar engkau bisa mendapatkan pahala yang besar dihari kiamat nanti.
Úä ÚÈÏ Çááå Èä ÚãÑæ ÑÖí Çááå ÚäåãÇ- Úä ÇáäÈí Õáì Çááå Úáíå æÓáã ÞÇá: ” íÞÇá áÕÇÍÈ ÇáÞÑÂä: ÇÞÑà æÇÑÊÞ æÑÊøá ßãÇ ßäÊ ÊÑÊøá Ýí ÇáÏäíÇ ÝÅä ãäÒáÊß ÚäÏ ÂÎÑ ÂíÉ ÊÞÑÄåÇ ÑæÇå ÃÈæ ÏÇæÏ æÇáÊÑãÐí
Dari abdullah bin ‘umar radiyallohu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, beliau bersabda:
dikatakan pada orang yang senang membaca alqur’an: bacalah dengan tartil sebagaimana engkau dulu sewaktu di dunia membacanya dengan tartil, karena sesungguhnya kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca.
HR.abu daud dan attirmidzi
2) Tidaklah terpuji jika engkau selalu menyampaikan setiap apa yang engkau dengarkan,karena kebiasaan ini akan menjatuhkan dirimu kedalam kedustaan.
Úä ÃÈí åÑíÑÉ ÑÖí Çááå Úäå Ãä ÇáäÈí Õáì Çááå Úáíå æÓáã ÞÇá: ” ßÝì ÈÇáãÑÁ ßÐÈÇð Ãä íÊÍÏøË Èßá ãÇ ÓãÚ “
Dari Abu hurairah radiallahu ‘anhu,sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukuplah seseorang itu dikatakan sebagai pendusta ketika dia menyampaikan setiap apa yang dia dengarkan.”
(HR.Muslim dan Abu Dawud)
3) jauhilah dari sikap menyombongkan diri (berhias diri) dengan sesuatu yang tidak ada pada dirimu,dengan tujuan membanggakan diri dihadapan manusia.
Úä ÚÇÆÔÉ – ÑÖí Çááå ÚäåÇ- Ãä ÇãÑÃÉ ÞÇáÊ: íÇ ÑÓæá Çááå¡ ÃÞæá Åä ÒæÌí ÃÚØÇäí ãÇ áã íÚØäí¿ ÞÇá ÑÓæá Çááå Õáì Çááå Úáíå æÓáã: ” ÇáãÊÔÈøÚ ÈãÇ áã íõÚØ ßáÇÈÓ ËæÈí ÒæÑ “.
Dari aisyah radiyallohu ‘anha, ada seorang wanita yang mengatakan:wahai Rasulullah,aku mengatakan bahwa suamiku memberikan sesuatu kepadaku yang sebenarnya tidak diberikannya.berkata Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam,: orang yang merasa memiliki sesuatu yang ia tidak diberi,seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan.” (muttafaq alaihi)
4) Sesungguhnya dzikrullah memberikan pengaruh yang kuat didalam kehidupan ruh seorang muslim,kejiwaannya, jasmaninya dan kehidupan masyarakatnya. maka bersemangatlah wahai saudariku muslimah untuk senantiasa berdzikir kepada Allah ta’ala,disetiap waktu dan keadaanmu.Allah ta’ala memuji hamba-hambanya yang mukhlis dalam firman-Nya:
” ÇáÐíä íÐßÑæä Çááå ÞíÇãÇð æÞÚæÏÇð æÚáì ÌäæÈåã… ” (Âá ÚãÑÇä: ÇáÂíÉ 191).
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring…” (Ali imran:191).
5) Jika engkau hendak berbicara,maka jauhilah sifat merasa kagum dengan diri sendiri, sok fasih dan terlalu memaksakan diri dalam bertutur kata,sebab ini merupakan sifat yang sangat dibenci Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam,dimana Beliau bersabda:
” æÅä ÃÈÛÖßã Åáíø æÃÈÚÏßã ãäí ãÌáÓÇð íæã ÇáÞíÇãÉ ÇáËÑËÇÑæä æÇáãÊÔÏÞæä æÇáãÊÝíåÞæä “.
“sesungguhnya orang yang paling aku benci diantara kalian dan yang paling jauh majelisnya dariku pada hari kiamat : orang yang berlebihan dalam berbicara, sok fasih dengan ucapannya dan merasa ta’ajjub terhadap ucapannya.”
(HR.Tirmidzi,Ibnu Hibban dan yang lainnya dari hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiallahu anhu)
6) Jauhilah dari terlalu banyak tertawa,terlalu banyak berbicara dan berceloteh.jadikanlah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, sebagai teladan bagimu,dimana beliau lebih banyak diam dan banyak berfikir.beliau Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, menjauhkan diri dari terlalu banyak tertawa dan menyibukkan diri dengannya.bahkan jadikanlah setiap apa yang engkau ucapkan itu adalah perkataan yang mengandung kebaikan, dan jika tidak,maka diam itu lebih utama bagimu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, bersabda:
” ãä ßÇä íÄãä ÈÇááå æÇáíæã ÇáÂÎÑ ÝáíÞá ÎíÑÇð Ãæ áíÕãÊ “.
” Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,maka hendaknya dia berkata dengan perkataan yang baik,atau hendaknya dia diam.”
(muttafaq alaihi dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu)
jangan kalian memotong pembicaraan seseorang yang sedang berbicara atau membantahnya,atau meremehkan ucapannya. Bahkan jadilah pendengar yang baik dan itu lebih beradab bagimu,dan ketika harus membantahnya,maka jadikanlah bantahanmu dengan cara yang paling baik sebagai syi’ar kepribadianmu.
9) berhati-hatilah dari suka mengolok-olok terhadap cara berbicara orang lain,seperti orang yang terbata-bata dalam berbicara atau seseorang yang kesulitan berbicara.Alah Ta’ala berfirman:
” íÇ ÃíåÇ ÇáÐíä ÂãäæÇ áÇ íÓÎÑ Þæã ãä Þæã ÚÓì Ãä íßæäæÇ ÎíÑÇð ãäåã æáÇ äÓÇÁ ãä äÓÇÁ ÚÓì Ãä íßä ÎíÑÇð ãäåä ” (ÇáÍÌÑÇÊ: ÇáÂíÉ 11).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.”
(QS.Al-Hujurat:11)
10) jika engkau mendengarkan bacaan Alqur’an,maka berhentilah dari berbicara,apapun yang engkau bicarakan, karena itu merupakan adab terhadap kalamullah dan juga sesuai dengan perintah-Nya, didalam firman-Nya:
: ” æÅÐÇ ÞÑìÁ ÇáÞÑÂä ÝÇÓÊãÚæÇ áå æÃäÕÊæÇ áÚáßã ÊÑÍãæä ” (ÇáÃÚÑÇÝ: ÇáÂíÉ 204).
Artinya: “dan apabila dibacakan Alqur’an,maka dengarkanlah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian diberi rahmat”. Qs.al a’raf :204
11) bertakwalah kepada Allah wahai saudariku muslimah,bersihkanlah majelismu dari ghibah dan namimah (adu domba) sebagaimana yang Allah ‘azza wajalla perintahkan kepadamu untuk menjauhinya. bersemangatlah engkau untuk menjadikan didalam majelismu itu adalah perkataan-perkataan yang baik,dalam rangka menasehati,dan petunjuk kepada kebaikan. perkataan itu adalah sebuah perkara yang besar,berapa banyak dari perkataan seseorang yang dapat menyebabkan kemarahan dari Allah ‘azza wajalla dan menjatuhkan pelakunya kedalam jurang neraka.Didalam hadits Mu’adz radhiallahu anhu tatkala Beliau bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam: apakah kami akan disiksa dengan apa yang kami ucapkan? Maka jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
” ËßáÊß Ããß íÇ ãÚÇÐ. æåá íßÈø ÇáäÇÓ Ýí ÇáäÇÑ Úáì æÌæååã ÅáÇ ÍÕÇÆÏõ ÃáÓäÊåã ” ( ÑæÇå ÇáÊÑãÐí).
“engkau telah keliru wahai Mu’adz,tidaklah manusia dilemparkan ke Neraka diatas wajah-wajah mereka melainkan disebabkan oleh ucapan-ucapan mereka.”
(HR.Tirmidzi,An-Nasaai dan Ibnu Majah)
12- berhati-hatilah -semoga Allah menjagamu- dari menghadiri majelis yang buruk dan berbaur dengan para pelakunya,dan bersegeralah-semoga Allah menjagamu- menuju majelis yang penuh dengan keutamaan, kebaikan dan keberuntungan.
13- jika engkau duduk sendiri dalam suatu majelis, atau bersama dengan sebagian saudarimu,maka senantiasalah untuk berdzikir mengingat Allah ‘azza wajalla dalam setiap keadaanmu sehingga engkau kembali dalam keadaan mendapatkan kebaikan dan mendapatkan pahala.Allah ‘azza wajalla berfirman:
” ÇáÐíä íÐßÑæä Çááå ÞíÇãÇð æÞÚæÏÇð æÚáì ÌäæÈåã “. (Âá ÚãÑÇä: ÇáÂíÉ 191)
Artinya: “(yaitu) orang – orang yang mengingat Allah sambil berdiri,atau duduk,atau dalam keadaan berbaring” (QS..ali ‘imran :191)
14- jika engkau hendak berdiri keluar dari majelis, maka ingatlah untuk selalu mengucapkan:
” ÓÈÍÇäß Çááå æÈÍãÏß ÃÔåÏ Ãä áÇ Åáå ÅáÇ ÃäÊ¡ ÃÓÊÛÝÑß æÃÊæÈ Åáíß “.
“maha suci Engkau ya Allah dan bagimu segala pujian,aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak untuk disembah kecuali Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu, dan aku bertaubat kepada-Mu”
Sehingga diampuni bagimu segala kesalahanmu di dalam majelis tersebut.
Ditulis oleh: Haya Bintu Mubarak Al-Buraik
Dari kitab: mausu’ah al-mar’ah al-muslimah: 31-34
Alih bahasa : Ummu Aiman
(sumber http://www.salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=62:adab-adab-berbicara-bagi-wanita-muslimah&catid=3:muslimah&Itemid=53)
Rabu, 13 Juli 2011
Sepucuk Surat Untuk Akhirat
Entah kenapa ayah membeli sebuah rumah dekat pemakaman. Saat ditanya, beliau hanya menjawab, “biar kita selalu inget mati”. Ya, emang bener, tapi resikonya tiap malem serasa ditemenin orang mati, apalagi waktu harus pergi ke kamar mandi sendiri.. hhhiiii, merinding disko deh bro..
Tiap sore, melepas lelah setelah kuliah. Aku duduk diserambi rumah, memandangi deretan kuburan, dan beberapa bunga kemboja yang khas wanginya. Awalnya merasa takut, tapi setelah enam bulan berlalu, jadi terbiasa, bahkan sesekali memberanikan diri keluar malam hari, tau aja ketemu kuntilanak cantik,, heu,, jangan sampe deh.
Dua minggu yang lalu, ada seorang ibu yang meninggal. Ia dimakamkan tepat dibawah pohon kamboja tua. Mulai dari hari itu, makam itu menjadi favoritku. Bukan makamnya, tapi bocah kecil yang selalu datang tiap jam 5 sore, dengan membawa selembar kertas.
Selama dua minggu, tanpa terlewat satu haripun, bocah kecil itu selalu datang dengan sepucuk surat. Heran rasanya, apa gerangan yang ia tulis dikertas kecil itu, tagihan hutang, kredit motor, atau cuma kertas kosong. Hemm, daripada berprasangka, lebih baik langsung ke TKP.
Suatu siang saya datang ke makam tersebut, rasa heran pun semakin manjadi. Ternyata, disamping batu nisan ada sebuah kotak, yang bertuliskan “Kotak Surat”. Sempat terlintas dalam benak, emang ada yah tukang pos yang ngambil surat disini.. jangan-jangan.. heu.. serem.
Ngintip dalam kotak, ada tumpukan kertas putih didalamnya. Nampaknya itu lembaran kertas yang dihantarkan bocah itu. Dengan lagak layaknya maling, celingak-celinguk, tengok kanan dan kiri.. khawatir ketahuan orang lain. Saya pun berusaha untuk membuka kotak itu dengan bantuan sebuah paku bekas. Setelah beberapa menit, berhasil, berhasil, berhasil.. horee.. dengan gaya dora saya angkat tagan ke atas.
Lembar pertama, saya berusaha keras membaca tulisan bocah itu.
“Ibu, ini Anita. Ibu baik-baik saja kan? Bu, hari ini nilai ujian Matematika Ani dapet seratus,, hebat kan bu.. “
Lembar kedua,
“Ibu, ini Anita. Ibu baik-baik saja kan? Bu, hari ini Anita dapet hadiah dari bu guru.. seneng deh”
Lembar ketiga,
“Ibu, ini Anita. Ibu baik-baik saja kan? Bu, besok Anita mau ulangan Biologi,, do’akan yah bu, moga Anita bisa bikin ibu seneng”
Setiap lembar hampir sama isinya, selalu diawali dengan ibu, ini anita, ibu baik-baik saja kan? Lalu ia bercerita tentang pengalaman sekolahnya. Naluri detektif ku pun muncul, ada banyak pertanyaan dalam benak yang harus menemukan jawabannya.
Seperti biasanya, jam 5 sore bocah itu datang dengan secarik “surat” yang ia masukkan dalam kotak. Setelah beberapa menit, ia pun beranjak meninggalkan makam itu. Dengan hati-hati, aku berusaha mengikutinya, hingga sampai disebuah rumah kecil. Nampak seorang wanita separuh baya menyambut bocah itu dan mengajaknya masuk.
Rasa ingin tahu mendorongku untuk menemui wanita itu, berharap dapat penjelasan tentang kebiasaan bocah kecil yang sibuk mengirimkan “surat” untuk ibunya yang sudah tiada.
Wanita itu adalah bibinya, beruntung ia ramah dan mau menceritakan hal yang sebenarnya terjadi padaku.
“Setelah melahirkan Anita, ibunya mengalami penyakit pada matanya, yang membuatnya tak bisa melihat, penyakit itupun menjalar keseluruh tubuhnya hingga ia lumpuh dan lupa ingatan. Anita merasa bersalah atas kondisi ibunya. Sejak saat itu, setiap hari, sepulang sekolah, Anita selalu menemui ibunya yang terbaring sakit dikamar. Tiap dia datang, ibunya selalu bertanya, ini siapa? Dan Anita selalu menjawab, Ibu, ini Anita, ibu baik-baik saja kan?. Lalu ia menceritakan berbagai macam kisah pada ibunya, tapi hanya satu kisah yang membuatnya tersenyum adalah saat Anita mendapat prestasi disekolahnya”
“Anita selalu belajar dengan keras, berharap bisa terus menceritakan prestasinya, agar ibunya tersenyum. Namun sayang, penyakit yang menggerogoti tubuh ibunya semakin parah, hingga akhirnya ia pun meninggal. Tapi, semangat Anita tak pernah habis, ia selalu berusaha membuat ibunya tersenyum, juga mengobati rasa bersalahnya, sekalipun itu tak kan mungkin. Anita berpikir bahwa, surat yang ia kirimkan dapat dibaca oleh ibunya kelak di akhirat. Agar ibunya tidak kesepian, dan agar ia selalu diingat oleh ibunya tersayang”
—–
Sepulang dari rumah itu, aku tertegun diserambi rumah sambil melihat makam dibawah pohon kamboja itu. Menyaksikan bocah kecil nan polos datang tiap sore membawa sepucuk surat dengan kata yang sederhana. Sepucuk surat untuk akhirat.
Cerpen ini adalah karya Penulis Tamu
Dia sengaja meminta saya untuk publish cerpennya disini.
Dia adalah Dinda Agus Triana atau dikenal dengan blog “celoteh” nya
Dia adalah teman sekelas saya di kampus.
http://silfianaelfa.wordpress.com/2011/06/11/cerpen-sepucuk-surat-untuk-akhirat/#comment-3795
LINTANG
Mengenang perempuan itu ibarat menonton cukilan-cukilan adegan yang diam-diam menyatu dalam sebuah film. Wajahnya seperti embun, matanya bening. Bibir mungilnya selalu tersenyum membuat setiap orang yang bertemu ingin menyapa. Ia seorang perempuan yang merancang sendiri kehidupannya. Sejak remaja ditentukannya apa yang akan ia lakukan, kapan akan menikah, dengan laki-laki seperti apa, akan punya anak berapa, seperti apa akan membesarkan mereka, itu semua sudah ia pikirkan. Perempuan itu menggoreskan sendiri takdirnya.
Saat berusia dua puluh tahun ia jadi ibu dari dua anak, satu perempuan dan satu laki-laki. Sebuah peristiwa telah mengubah
impiannya, jadi mimpi menyeramkan. Sekolah tempat ia bekerja dibakar. Ayah dan suaminya menghilang entah ke mana. Tinggallah ia bersama ibu, delapan adik, dan dua anak di rumah masa kecilnya. Tak ada yang mau mendekati rumah itu. Beberapa orang bahkan melempari temboknya dengan tinja. Siang hari hanya mereka yang bersepatu lars sesekali terlihat ke luar masuk. Malam hari rumah itu bagai bayangan besar yang pekat, gelap, tak ada terang setitik pun. Pintu dan jendelanya tetap terbuka. Engsel-engselnya menjerit saat angin menyentuh. Tapi perempuan itu tahu kadang ada nafas-nafas lain selain ia, ibu, adik dan anaknya. Mereka, gerombolan bersarung yang siap menggasak apa saja, termasuk nyawa sekalipun. Menurut kabar, mereka telah penggal beratus, bahkan beribu kepala manusia di sepanjang Kali Brantas. Karena itu, setiap kali mereka datang, malam pun jadi sesak. Perempuan itu bersama ibunya akan berjaga-jaga di balik pintu kamar sambil berdoa. Saat semburat pertama mengembang di ufuk timur, perempuan itu menghitung tubuh-tubuh yang berjejal di kolong dipan.
impiannya, jadi mimpi menyeramkan. Sekolah tempat ia bekerja dibakar. Ayah dan suaminya menghilang entah ke mana. Tinggallah ia bersama ibu, delapan adik, dan dua anak di rumah masa kecilnya. Tak ada yang mau mendekati rumah itu. Beberapa orang bahkan melempari temboknya dengan tinja. Siang hari hanya mereka yang bersepatu lars sesekali terlihat ke luar masuk. Malam hari rumah itu bagai bayangan besar yang pekat, gelap, tak ada terang setitik pun. Pintu dan jendelanya tetap terbuka. Engsel-engselnya menjerit saat angin menyentuh. Tapi perempuan itu tahu kadang ada nafas-nafas lain selain ia, ibu, adik dan anaknya. Mereka, gerombolan bersarung yang siap menggasak apa saja, termasuk nyawa sekalipun. Menurut kabar, mereka telah penggal beratus, bahkan beribu kepala manusia di sepanjang Kali Brantas. Karena itu, setiap kali mereka datang, malam pun jadi sesak. Perempuan itu bersama ibunya akan berjaga-jaga di balik pintu kamar sambil berdoa. Saat semburat pertama mengembang di ufuk timur, perempuan itu menghitung tubuh-tubuh yang berjejal di kolong dipan.
"Delapan, lengkap!"
Anak perempuannya lelap di dekapan ibunya yang pulas di sudut kamar.
"Lengkap…."
Ia pun tertidur sambil memeluk anak laki-lakinya.
Tahun hampir berujung, namun satu interogasi ke interogasi lain seolah tiada akhir. Awalnya perempuan itu menggigil saat pertama kali digiring ke markas. Kali ketiga ia mulai terbiasa, bahkan ia sudah bisa tersenyum saat menjawab pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang sama, yang ia jawab dengan jawaban yang juga selalu sama : tidak tahu! Ia memang sungguh tak tahu di mana ayah dan suaminya berada. Tapi ia sudah tahu takdir kedua lelaki itu, mereka tak mati, tak boleh mati. Dan, ia putuskan untuk melukis pencarian di setiap jengkal kota.
Perempuan itu tahu pasti ayah dan suaminya tak mati. Detak jantung kedua lelaki itu terus memanggil-manggil, mengajaknya melangkah ke penjara Tangerang. Di halamannya yang kering, keduanya hampir tak bisa dibedakan dengan ratusan lelaki lain yang sedang berdiri dalam barisan, kurus dan kumal. Sejak itu, setiap minggu senyum perempuan itu jadi penguat bagi mereka untuk tetap memberi jawaban yang sama pada petugas : tidak tahu!
Satu tahun sudah peristiwa itu berlalu. Perempuan itu masih tinggal di rumah masa kecilnya. Tetap saja, hanya mereka yang bersepatu lars yang datang. Satu adik perempuannya memilih kawin dengan kepala gerombolan yang dulu acapkali porak-porandakan rumah. Hal itu sedikit membawa perubahan, tak ada lagi tamu yang merusak malam. Sisanya tak berubah, teman atau kerabat sama saja, membuang muka saat berpapasan. Penghuni rumah itu dianggap petaka. Orang-orang tahu, seribu mata-mata memasang mata dan telinga untuk menangkap siapa pun yang dianggap mengenal mereka.
Nyanyian jangkrik mengurai sepi. Sepi pun porak bagai kaca pecah ketika anak perempuannya berteriak dari beranda belakang.
"Bapak pulang! Bapak pulang!"
"Suruh anakmu diam!" perintah ibunya panik.
Perempuan itu setengah berlari menghampiri anaknya yang sedang bermain.
"Buu, Bapak pulang!"
"Sst, Maya jangan begitu, diam sayang, nanti dikira orang betul Bapakmu pulang…."
Sosok tipis menghampiri perempuan itu. Tak percaya ia tatap tubuh di balik caping petani yang tutupi tirus pasi.
"Ini aku".
Perempuan itu lepaskan bekapan di mulut anaknya. Ia peluk lelaki di hadapannya. Dua bulir basahi dada kerontang lelaki itu.
"Bapak bagaimana?"
"Bapak masih di sana. Mereka melepaskanku karena disentri yang semakin parah. Aku disuruh pergi, sebelum mati di penjara".
Tak ada lagi kata-kata, malam pun berlalu dengan lengang yang tak berbeda. Senyum perempuan itu butakan mata, tulikan telinga para mata-mata. Berhari seperti itu, seolah tak ada yang berarti terjadi. Tak ada yang tahu, bahkan ketika mereka tinggalkan rumah itu, tinggalkan Jakarta.
"Lintang, ajak Suryo pergi dari sini, Ibu sudah siapkan semuanya. Pergilah kalian ke tempat Mang Golibi. Geura indit, geulis, bawa Maya, biar Ibu yang urus Teguh".
Sebuah kota yang diselimuti kabut menyambut mereka. Tak ada rasa takut sedikit pun di hati perempuan itu. Sekali lagi, ia tentukan takdirnya. Ia akan bertahan bersama suami dan anak perempuannya. Mereka bertiga tak boleh mati!
Mang Golibi, saudara jauh ibunya, mengantar mereka ke sebuah pondok pesantren. Pemiliknya, Kiai Hanafi, memberikan pengharapan. Tak ada tatap menyelidik, tuturnya sisipkan hangat.
"Ulah asa-asa, anggap saja di rumah sendiri".
Tapi, Mang Golibi ingatkan mereka untuk tetap tajamkan rasa.
"Sama saja, di dieu oge banyak yang dibui, banyak juga yang dibuang ka pulo, yang mati juga banyak, yang hilang komo deui".
Meski dipagari gunung, tak urung kebencian yang sama mengalir sampai ke dusun-dusun terpencil. Perempuan itu tahu, tak ada pilihan, si kecil pun harus dibiasakan dengan panggilan baru, mengingat nama baru ayah dan ibunya, dan tentu saja tak boleh bercerita tentang kakek-neneknya kepada orang lain. Perempuan itu sadar, jika ingin hidup, tak ada pilihan, mereka harus kubur semua riwayat.
Tak ada yang berubah dalam diri perempuan itu, walau hari kadang menggigit. Ia tetap berikan senyum pada suaminya yang berubah jadi pemarah, yang sering tanpa sebab, memakinya atau merusak perabotan rumah atau meleleh dalam takut yang sangat. Lelaki itu acapkali terbangun tengah malam ketika sepeda motor melintas di depan rumah. Bukan sekali lelaki itu tiba-tiba lunglai saat mendengar derap kaki orang di dekat rumah.
"Mereka datang, mereka datang. Habislah aku, habislah kita!"
Kalau sudah begitu, perempuan itu akan berikan dekapan hangat, mengusap-usap punggungnya, menenangkannya, hingga lelaki itu kembali bermimpi di bawah elusan senyumnya. Senyum yang sama yang ia berikan saat bumi menjemput hari. Senyum yang sama yang ia bagikan pada waktu yang terus berjalan. Ia pun terus merajut hari dengan kesabaran. Kesabaran yang membalut nyeri di hati suaminya, hingga lelaki itu perlahan mulai bisa pijakkan kaki di bumi.
Begitulah hari merambat. Terkadang hari berjinjit sambil sematkan kabar di pucuk atap. Ibu, dua adik, dan anak lelakinya sudah tak lagi di Jakarta. Adik-adiknya yang lain tinggal berpencar, jadi pembantu di rumah kerabat. Hanya dua adik lelaki dan satu adik perempuan yang masih tinggal di rumah yang sama. Bapak masih ditahan, entah kapan akan pulang, tak tahu kapan bisa bertemu. Surat terakhir mengatakan, Bapak dipindah ke Salemba. Sementara seorang paman menjadi penghuni pulau di timur.
Aku tak pernah bisa berhenti mengenang perempuan itu. Semua cerita tentangnya kukumpulkan remah demi remah. Aku bahkan sengaja mewawancarai orang-orang yang pernah kenal, atau sekadar tahu dirinya. Perempuan itu hidup dalam hidupku. Sebagian kisahnya hidup dalam hidupku.
Orang pasti berpikir perempuan itu karang yang bergeming saat gelombang pasang, tapi tidak bagiku. Aku tahu pasti saat senyumnya luluh ketika pedih terlalu tajam. Tak jarang ia ingin bunuh hari saat hadapi trauma suaminya. Di saat seperti itu biasanya ia kemasi barang-barangnya. Aku masih ingat bagaimana perempuan itu mengangkat koper tua berwarna coklat muda pudar. Sebungkus air mata disembunyikan di bawah senyumnya. Saat itu aku pikir ia akan tinggalkan suaminya dan akan mengajakku kembali ke rumah masa kecilnya. Tapi ternyata ia hanya ingin titipkan pedih pada sebuah makam yang tak jauh dari rumah. Perempuan itu percaya kematian bisa dengarkan kehidupan.
"Aku tak tahu makam siapa ini", katanya menjawab pertanyaanku, “yang pasti, saat kita mencium wewangian, kita bisa mengadu pada jasad di bawah sana".
Ia punguti kembang kemboja yang berjatuhan di sekitar makam, lalu ditaruhnya di atas makam itu, lalu lanjutkan kata-katanya.
"Aku sangat ingin bertemu ayah, ibu, dan adik-adikku. Aku juga ingin menimang anak lelakiku. Putingku masih merasa berdosa karena tinggalkan bibirnya. Kau tahu, aku ingin ada seorang yang bisa dengarkan diriku. Tapi, kepada siapa aku bisa bicara, jika tak seorang pun tahu diriku, tak seorang pun tahu namaku".
Telaga menggenang di kedua matanya, perlahan menetes jadi gerimis yang perih. Saat itu untuk pertama kali aku mengerti arti pedih.
Mengenang perempuan itu ibarat menonton cukilan-cukilan adegan. Masih jelas tergambar saat ia menghitung untung barang-barang yang dikreditkannya pada orang-orang kampung. Masih kuingat saat ia ajari masukkan jamu godokan, racikannya sendiri, ke dalam botol-botol bekas sirup. Saat itu satu botol harganya lima ratus rupiah. Aku tak akan lupa hari-hari yang dilewati perempuan itu. Hari ketika seorang tamu datang dan menangis sambil memeluknya.
"Ternyata Zus masih hidup".
Seperti biasa perempuan itu berikan senyumnya. Senyum yang sama yang diberikannya padaku saat kutanya mengapa aku harus memanggil Kiai Hanafi kakek, padahal aku tahu dia bukan kakekku. Senyum yang sama juga diberikannya padaku saat kutanya mengapa ia tak lagi memanggilku Maya.
Senyum perempuan itu memang tak pernah berubah, sama, tetap sama. Senyum yang sama yang diberikannya padaku saat kusibak kafan dan kubisikkan kata :
"Akan kutulis di nisanmu namamu, namamu yang sesungguhnya, Lintang, biar mereka tahu siapa dirimu, siapa kita sebenarnya. Selamat jalan, Bunda!"
***
Sumber : Kompas, Edisi 17/01/2007
Depok, 021206 ~ 22:22
Selasa, 05 Juli 2011
Zainuddin MZ adalah Ulama Besar dengan Julukan Da'i Kondang Sejuta Umat
Innalilla wa inna ilaihi roji'un, Dihari yang penuh duka bangsa ini dan umat Islam kehilangan Ulama besar dengan julukan Da'i Kondang sejuta umat berpulang ke Rahmatullah dengan di iringi Doa umat islam. Tangisan pilu seluruh umat islam mengantarkan kepergian Ulama besar yang selalu menyejukan hati umat islam.
Mari kita Berdoa untuk ulama kita, agar kepergiannya menghadap KholiqNya dengan lancar mudah-mudahan mendapatkan tempat sisiNya dan menjadi kenangan yang tidak dapat dilupakan seluruh umat Islam.
"Zainuddin MZ adalah Ulama besar dengan julukan Da'i Kondang Sejuta Umat yang selalu mengajarkan agama Islam dengan penuh kedamaian, bijaksana, demokrasi. Kebaikan nahi mungkar dan membrantas kemaksiatan.
pada hari selasa tanggal 05 Juli 2011 di usia 60 tahun Ulama besar kita Zainuddin MZ dengan Da'i Kondang julukan sejuta Umat berpulang ke Rahmatullah meninggalkan kita (seluruh umat Islam) yang rencananya akan dimakam di halaman belakan Masjid Jami Fajrul Islam. Pemakaman direncanakan akan dilakukan pukul 15.00 WIB, Selasa (5/7/2011). Almarhum berpulang akibat serangan jantung.
Selamat jalan Ulama besar Zainuddin MZ kita semua yang di tinggal mudah-mudahan kuat dan tegar untuk melaksanakan perintah dan larangan Allah serta selalu melakukan perbuatan nahi mungkar dan membrantas kemaksiatan yang telah di ajarkannya. Kami umat Islam seluruh dunia dan khususnya umat Islam Indonesia mengucapkan jalan dan mudah-mudahan mendapakan rahmatNya. Dan mudah-mudahan ada gantinya yang lebih baik.
****************************************************************
Innalilla wa inna ilaihi roji'un, full of grief on the day of this nation and the Muslims lost great scholar with a million nicknames Da'i famous people passed away into Rahmatullah Prayer accompanied by the Muslims. Bitter weeping all Muslims usher departure great scholar who always remedy the hearts of Islam.
Let us Pray for our clergy, so his departure is facing KholiqNya smoothly hopefully get the sides and become an unforgettable memory of all Muslims.
"Zainuddin MZ is a great scholar with a famous nickname Da'i million faithful who always taught the religion of Islam by peaceful, wise, democracy. Membrantas Goodness forbid wrongdoing and disobedience.
on Tuesday, on July 5, 2011 at the age of 60 years of our great Ulama Zainuddin MZ Da'i famous nickname with a million people passed away into Rahmatullah leave us (the Muslims) are planned to be buried in the yard back of Jami Mosque Islamic Fajrul. Funeral planned to be conducted at 15.00 pm, Tuesday (07/05/2011). Deceased passed away due to heart attacks.
Bye Zainuddin MZ great scholar in all of us who live hopefully strong and tough to execute commands and prohibitions of Allah and always do the deed nahi unjust and membrantas disobedience that has been in ajarkannya. We Muslims around the world and especially Indonesian Muslims say the road and hopefully mendapakan blessing. And hopefully there is a better place.
Alvi and Mrs. BLACK ROSE
Mrs Alvi yes he would have a good, friendly, and may be very considerate. One time he had warned that ill-fitting collar. This small but very meaningful actually should be placed in the liver. That's probably what made me feel at home talking to him. Our conversation was nothing more than a matter of interest, other than that piece alone. Occasionally we talked pernahlah besides flowers, but flowers just to talk other than seasonings to talk about flowers. Well, Mrs Alvi he was so infatuated with flowers.That is, every Sunday morning at eight, I got to drop in on Mrs Alvi. He bought the flowers that I brought to or maintained by him in the yard behind his house that abysmally wide. God knows how many ornamental flower collections owned by various kinds. It was almost three years he bought flowers every Sunday. Looks like buying flowers is an absolute for him. That's what Mrs Alvi buy me. Before me, he never had a florist, but the florist had moved to another city. Sought for a new florist. And I'm the seller's interest until now.Mrs Alvi's eyes showed she was a smart woman. And, he would pay attention to meticulous when it flowers, lit. Not only that, he does not touch the flowers with a perfunctory, but also involves feelings.Instead of such questions Mrs Alvi love interest: if kuranglah fitting for a Mrs Alvi if it should always look myself and just stick with flowers only. Every time I stop by, rarely seen her husband, but according to Mrs Alvi her husband was home. But why the two-pair rarely looked like husband and wife. Yes, sit down together over a cup of tea just to fill his spare time, for example. Or a walk in the morning enjoying a sunny Sunday, as families in general. Setidaknyalah impressive mansion was inhabited only by flowers, attendants, and ladies only.Several times I've seen, it was two years ago. Two times to be exact. Yes, I remember very well. First, when the man closed the garage once again enter the car when going home aides. Secondly, when I and Mrs. Alvi chatting on the porch of a guest menyatroni then asked whereabouts, go into Mrs Alvi: call her husband. Soon, out lelakii tu - Mrs Alvi's husband - was limited only to the threshold only to invited guests entered. Afterwards I no longer see it. I do not know exactly, except Sundays if they are - Mrs Alvi and husband - are so familiar, like the streets, yes exchanged at least say hello.***This week I come in early. Seven o'clock. It is said that Mrs Alvi had a show - dikabarinya me by phone the day before yesterday. Thus the proposed arrival. Ah, Mrs. Alvi, she always looks gorgeous as usual Sunday. This time sebahunya wet hair, after shampooing certainly, diurainya many times with the fingers lentiknya the nails painted red, pink details. Ah, but why Mrs Alvi this time so sad? Hmm, sad but still look beautiful. Instead women will look perfect if berona-woo sad like that. Ah, Mrs Alvi, surely that can menyangkarkannya lucky man. Yes sort of anugerahlah."Order Orchids are like on Sunday but a bit small, was taken?" Yes, way of speaking. I like the style of a typical speech was Mrs Alvi. Good intonation scrutiny. Berkecumik lips in such a way if you're talking, but was not impressed cooked. Fair, beautiful and precise."Order Orchids are like last Sunday, a bit small, was taken?""Yes, yes, I take it. Beautiful tulips, Mrs Alvi will like "."Orchids are like last Sunday, is rather small. Not Tulip. If Tulip yesterday also been taken "."Oh, sorry," I'm nervous. "Yes, orchids. Ah, the lady orchid that message, right? I carry three different types. Please Mistress! ""Hmm, red, orange, yellow and Yang of this course, orange.""Well, ma'am"."Put in the hall over there. I take the money! ""Yes, ma'am."Mrs Alvi entered into. Embarrassing! Surely he had imperceptibly kekikukanku that I myself do not understand. Shoes step closer. Ah, I better pull myself from the stupidity."It's money!""Thank you, madam!""For Sunday tomorrow, bring me the Black Rose"."Black Roses?""Yes. Why? ""EEM, it does not matter. How Madam? ""As much"."As much?""Why?""No. Okay. Sunday tomorrow I bring the Black Rose. As much! "Mrs Alvi entered, a little hasty, perhaps due to get ready to go.***To order, I take as much Black Rose. Orders weird actually. Because each talk about flowers, luputlah Black Rose Mrs Alvi offensive, let alone ordering. Ah, but that's not my problem. I'm just a florist. So the tail alone is a matter of taste. But Mrs Alvi told me to wait in the living room, before he was to hang in there. Taking something maybe, who knows what. For the first time I stopped in the living room. Net is also convenient. From here, leluasalah where the view would be circulated. At will.Out there? O, surely will break through the expanse of glass that cover this room, then we may lurk yard with The obvious. Dicokoli yard of colorful flowers clustered beautiful."How many Black Rose brought?" Mrs Alvi mengujar after sitting on the couch."All that I have a Black Rose", I replied immediately."Thank you. Put everything in the living room "."All, ma'am?""Yes".I went out to pick up the multitude of Black Rose in a parked car carrying flowers outside the fence. Mrs Alvi into the living room, must have been about to arrange the space where hundreds of Black Roses will be positioned."Where to, lady?" I asked with some black roses in hand."Here. Put all around here! "Ah! I was shocked and then stunned. Certainly see the casket. The crate in the middle of this hall. Crates dikelintari many candles. Yes, the coffin of a man who has disemayami longitudinally with pale faces and eyes tightly shut. Oh, that guy is?"Last week he came home. Her liver could not be helped, "said Mrs Alvi with eyes that suddenly a little reflection.I'm still stunned. I saw Mrs Alvi eyes filled with tears. Ah, he's like expecting kesudianku hear sentences that occasionally terpatah by seniknya. Just to hear, never mind. At least it can be a relief to her that perhaps the middle of sooty, such as roses: Black Rose."I hate this man," continued Mrs. Alvi, looking at the coffin. "He was rough. But somehow I love him so much. If he did not come home for days, months and months around the city, I know it did was finish the glasses of alcohol and hunting women. Keraplah he came home with a stagger. Yes, twenty years of our marriage, no children, bland, no-sapa scolds meaning except in bed after sex drank. Sex sometimes make things easier. But, I do not know I do not know what exactly I'm doing this. Ketololankah? I really do not know. I just know that I always felt like to continue with him. That is why I continue to bekutat with flowers. Alone, so I always stay at home. With him, though not bersapa. Waiting for him, though not home. Never mind, I'm loyal. Faithful what kind? Ah, I also do not know. One would have snickered nosy: ah! Mrs Alvi nothing more than a silly woman! Nothing. I love him. He has gone now. And somehow I also want to put Black Roses around his casket, before he was carried to the grave in peace to resort paradise ".***A sunny Sunday morning. As usual I berkelintar into every home with a variety of flowers bloom. Ah, this time, I did not drop in on Mrs Alvi. He was no longer ordered flowers. He no longer loved flowers after her husband's paradise resort in peace? Who loves Mrs Alvi now?***
NYONYA ALVI DAN MAWAR HITAM
Nyonya Alvi tentulah ia seorang yang baik, ramah, dan boleh jadi sangat perhatian. Suatu kali ia pernah mengingatkan kerah bajuku yang kurang pas. Hal kecil sebenarnya tapi amatlah berarti semestinya ditaruh dalam hati. Itulah barangkali yang membuatku kerasan ngobrol dengannya. Obrolan kami tidaklah lebih dari soal bunga, lain dari itu secuil saja. Sesekali pernahlah kami ngobrol selain bunga, tapi bicara selain bunga hanyalah bumbu untuk ngobrol soal bunga. Hmm, Nyonya Alvi ia begitu tergila-gila akan bunga.
Begitulah, setiap Minggu pagi jam delapanan, aku musti mampir ke rumah Nyonya Alvi. Ia membeli bunga-bunga yang kubawa untuk dipeliharanya di pekarangan atau di belakang rumahnya yang karuan luas. Entah berapa banyak koleksi bunga hias yang dimiliki dengan beragam jenisnya. Sudah hampir tiga tahun setiap Minggu ia membeli bunga. Sepertinya membeli bunga merupakan suatu kemutlakan baginya. Itu yang Nyonya Alvi beli padaku. Sebelum aku, ia pernah punya penjual bunga, tapi penjual bunga itu telah pindah ke kota lain. Dicarilah penjual bunga baru. Dan akulah penjual bunga itu hingga kini.
Sorot mata Nyonya Alvi menunjukkan ia perempuan cerdas. Dan, pastilah ia akan teliti sekali kalau sudah memperhatikan bunga, berbinar. Bukan hanya itu, ia sentuh bunga-bunga tidaklah dengan ala kadarnya, melainkan juga melibatkan perasaannya.
Alih-alih soal Nyonya Alvi yang begitu sangat mencintai bunga : sekiranya kuranglah pas untuk seorang Nyonya Alvi jika harus selalu kelihatan sendiri dan hanya berkutat dengan bunga-bunga saja. Setiap aku mampir, jarang terlihat suaminya, padahal menurut Nyonya Alvi suaminya sedang ada di rumah. Tapi kenapa jarang kelihatan berdua-duaan layaknya suami-istri. Ya, duduk bersama sambil minum teh sekadar mengisi waktu senggang, misalnya. Atau jalan-jalan pagi menikmati Minggu yang cerah, seperti keluarga pada umumnya. Setidaknyalah rumah besar itu tak berkesan hanya dihuni oleh bunga, pembantu, dan nyonya saja.
Beberapa kali saja kulihat, itu pun dua tahun yang lalu. Dua kali tepatnya. Ya, aku ingat betul. Pertama, ketika lelaki itu menutup garasi setelah memasukkan mobil saat pembantunya lagi mudik. Kedua, waktu aku dan Nyonya Alvi asyik ngobrol di beranda seorang tamu menyatroni lalu menanyakan keberadaannya, masuklah Nyonya Alvi ke dalam : memanggil suaminya itu. Tak lama, keluarlah lelakii tu — suami Nyonya Alvi – pun hanya sebatas diambang pintu saja guna mempersilahkan tamunya masuk. Setelahnya tak lagi aku melihatnya. Aku tak tahu persis, selain hari Minggu apakah mereka — Nyonya Alvi dan suami — begitu akrab, suka jalan-jalan, ya setidaknya bertegur sapalah.
***
Minggu ini aku datang lebih pagi. Jam tujuh. Konon Nyonya Alvi punya acara — dikabarinya aku lewat telepon kemarin lusa. Maka dari itu kedatanganku diajukan. Ah, Nyonya Alvi, ia selalu terlihat cantik seperti Minggu biasanya. Ini kali rambut sebahunya berbasah-basah, usai keramas tentulah, diurainya berkali-kali dengan jari-jari lentiknya yang kukunya dicat merah, merah jambu jelasnya. Ah, tapi kenapa Nyonya Alvi kali ini sendu begitu? Hmm, sendu tapi masih nampak cantik. Justru perempuan akan nampak sempurna jika berona sendu-merayu seperti itu. Ah, Nyonya Alvi, pastilah lelaki beruntung yang dapat menyangkarkannya. Ya semacam anugerahlah.
“Pesanan Anggrek yang seperti Minggu kemarin tapi agak kecil, dibawa?” Ya, gaya bicaranya. Aku suka gaya bicara Nyonya Alvi yang khas itu. Intonasinya enak disimak. Bibirnya berkecumik sedemikian rupa jika sedang bicara, tapi tidaklah terkesan direka. Wajar, indah dan tepat.
“Pesanan Anggrek yang seperti Minggu kemarin, agak kecil, dibawa?”
“Ya, ya, aku bawa. Tulip yang indah, Nyonya Alvi pasti suka”.
“Anggrek yang seperti Minggu kemarin, agak kecil. Bukan Tulip. Kalau Tulip kemarin juga sudah ambil”.
“O, maaf”, aku gugup. “Ya, anggrek. Ah, anggrek yang Nyonya pesan itu, kan? Saya bawa tiga dengan jenis yang berbeda. Silahkan Nyonya!”
“Hmm, merah, jingga, kuning dan Yang ini saja, jingga”.
“Baik, Nyonya”.
“Baik, Nyonya”.
“Letakkan di selasar sebelah sana. Saya ambil uang!”
“Iya, Nyonya”.
Nyonya Alvi masuk ke dalam. Memalukan! Pastilah tadi ia kentara kekikukanku yang aku sendiri tak memahami. Langkah sepatunya mendekat. Ah, sebaiknya aku menguasai diri dari ketololan.
“Iya, Nyonya”.
Nyonya Alvi masuk ke dalam. Memalukan! Pastilah tadi ia kentara kekikukanku yang aku sendiri tak memahami. Langkah sepatunya mendekat. Ah, sebaiknya aku menguasai diri dari ketololan.
“Ini uangnya!”
“Terima kasih, Nyonya!”
“Untuk Minggu besok, bawakan saya Mawar Hitam”.
“Mawar Hitam?”
“Terima kasih, Nyonya!”
“Untuk Minggu besok, bawakan saya Mawar Hitam”.
“Mawar Hitam?”
“Ya. Kenapa?”
“Eem, tidak apa. Berapa Nyonya?”
“Sebanyaknya”.
“Sebanyaknya?”
“Kenapa?”
“Eem, tidak apa. Berapa Nyonya?”
“Sebanyaknya”.
“Sebanyaknya?”
“Kenapa?”
“Tidak. Baiklah. Minggu besok saya bawakan Mawar Hitam. Sebanyaknya!”
Nyonya Alvi masuk, sedikit terburu, mungkin karena segera bersiap untuk pergi.
***
Sesuai pesanan, aku bawa Mawar Hitam sebanyaknya. Pesanan aneh sebenarnya. Soalnya setiap ngobrol soal bunga, luputlah Nyonya Alvi menyinggung Mawar Hitam, apalagi memesan. Ah, tapi itu bukan urusanku. Aku sekadar penjual bunga. Jadi mengekor sajalah soal selera. Tapi Nyonya Alvi menyuruhku menunggu di ruang tamu, sebelum ia ngeluyur ke dalam tadi. Mengambil sesuatu mungkin, entah apa. Baru kali ini aku singgah di ruang tamu. Bersih juga nyaman. Dari sini, leluasalah ke mana pandangan hendak diedarkan. Sesuka hati.
Keluar sana? O, tentulah akan menerobos bentangan kaca yang menyungkup ruang tamu ini, kemudian dapatlah kita mengintai pekarangan dengan gamblangnya. Pekarangan yang dicokoli warna-warni bunga yang bergerombol indah.
“Berapa banyak Mawar Hitam yang dibawa?” Nyonya Alvi mengujar setelah duduk di sofa.
“Semua Mawar Hitam yang saya punya”, jawabku segera.
“Terima kasih. Letakkan semuanya di ruang tengah”.
“Semua, Nyonya?”
“Ya”.
Aku keluar untuk menjemput seabrek Mawar Hitam di mobil pengangkut bunga yang kuparkir di luar pagar. Nyonya Alvi masuk ke ruang tengah, pastilah hendak menata ruang dimana ratusan Mawar Hitam akan diposisikan.
“Dimana, Nyonya?” tanyaku dengan beberapa Mawar Hitam di tangan.
“Di sini. Letakkan semua di sekitar sini!”
Ah! Aku terhenyak lantas tertegun. Tentulah melihat peti itu. Peti di tengah ruang tengah ini. Peti yang dikelintari banyak lilin. Ya, peti mati yang telah disemayami seorang lelaki membujur dengan wajah pucat pasi serta mata mengatup rapat. O, lelaki itu?
“Minggu kemarin ia pulang. Livernya tak tertolong”, ujar Nyonya Alvi dengan mata yang tiba-tiba sedikit berkaca.
Aku masih tertegun. Kulihat mata Nyonya Alvi berlinang. Ah, ia seperti mengharap kesudianku mendengar kalimat-kalimatnya yang sesekali terpatah oleh seniknya. Sekadar mendengar, tak apalah. Sedikitnya dapatlah melegakan hatinya yang mungkin tengah berjelaga, seperti mawar : Mawar Hitam.
“Saya membenci lelaki ini”, lanjut Nyonya Alvi sambil memandangi si peti. “Ia kasar. Tapi entah kenapa saya begitu mencintainya. Jika ia tak pulang berhari-hari, berbulan-bulan lamanya keliling kota, saya tahu yang dilakukannya hanyalah menuntaskan bergelas-gelas alkohol dan berburu perempuan. Keraplah ia pulang dengan sempoyongan. Ya, dua puluh tahun pernikahan kami, tanpa anak, hambar, tanpa tegur-sapa yang berarti kecuali di atas ranjang usai mereguk seks. Seks kadang membuat segalanya menjadi mudah. Tapi, entahlah saya sendiri tidak tahu, apa sebenarnya yang saya lakukan ini. Ketololankah? Sungguh saya tak tahu. Saya hanya tahu bahwa saya selalu merasa ingin terus bersamanya. Itu sebabnya kenapa saya terus bekutat bersama bunga-bunga. Semata, agar saya selalu terus berada di rumah. Bersamanya, meski tak bersapa. Menunggunya, meski tak pulang. Tak apa, saya setia. Setia macam apa? Ah, saya juga tak tahu. Orang pasti akan mencibir nyinyir : ah! Nyonya Alvi tak lebih dari seorang perempuan tolol! Tak apa. Saya mencintainya. Ia telah pergi sekarang. Dan entah kenapa pula saya ingin meletakkan Mawar Hitam di sekeliling petinya, sebelum ia diusung ke pusara guna tetirah di kedamaian surga”.
***
Minggu pagi yang cerah. Seperti biasa aku berkelintar ke setiap rumah membawa aneka bunga merekah. Ah, kali ini, aku tak mampir ke rumah Nyonya Alvi. Ia memang tak lagi memesan bunga. Ia tak lagi mencintai bunga setelah suaminya tetirah di kedamaian surga? Mencintai siapakah Nyonya Alvi kini?
***
Karya : Iwan RS
Sumber : Jawa Pos, Edisi 12/12/2004
Sanggar Suto, 2004
Langganan:
Postingan (Atom)